1.Jelaskan dengan singkat apa yang dimaksut dengan
a). Pertumbuhan kesenjangan?
b).Kemiskinan?
2.Sebutkan dan jelaskan program faktor-faktor penyebab kemiskinan ?
3. Sebut dan jelaskan program pemerintah saat ini untuk mengurangi kemiskinan di indonesia?
Jawaban
1.
b).Kesenjangan ekonomi adalah terjadinya ketimpangan dalam distribusi pendapatan antara kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan kelompok masyarakat berpenghasilan rendah.
Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi merupakan 2 masalah besar di negara-negara berkembang.
Di Indonesia pada awal pemerintahan Orde Baru, pemerintah menetapkan kebijaksanaan pembangunan yang disebut dengan“TRICKLE DOWN EFFECTS” yaitu bagaimana mencapai laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam suatu periode yang relatif singkat.
Untuk itu, maka pembangunan ekonomi nasional dimulai dari Pulau Jawa (khususnya jawa Barat), dengan alasan bahwa di Pulau Jawa sudah tersedia infrastruktur, dengan harapan bahwa hasil-hasil pembangunan itu akan menetes ke sektor dan wilayah lain di Indonesia.
Akan tetapi sejarah menunjukkan bahwa setelah 10 tahun berlalu sejak Pelita I (1969) ternyata efek tersebut tidak tepat.
Memang pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif tinggi pada dekade 1980-an hingga pertengahan 1990-an (sebelum krisis ekonomi), tetapi tingkat kesenjangan juga semakin besar dan jumlah orang miskin tetap banyak.
Keberhasilan pembangunan ekonomi tidak hanya dilihat dari pertumbuhan ekonomi saja, tetapi yang lebih penting adalah Distribusi Peningkatan Pendapatan kepada semua anggota masyarakat.
Menjelang pertengahan tahun 1997 (sebelum krisis) tingkat pendapatan perkapita Indonesi rata-rata melebihi 1.000 dollar AS. Akan tetapi apa artinya kalau hanya 10% saja dari jumlah tersebut yang menikmatinya.
b)ARTI KEMISKINAN
- Absolut: garis kemiskinan, pengeluaran kurang dari $1 per kepala, per hari
- Relatif: dibandingkan orang lain, eg. 50% median pengeluaran yang bukan untuk makan, per orang, per hari atau setengah relatif: konsumsi kurang dari 2100 kalori per orang per hari
- Subyektif: apakah merasa bisa mencukupi kebutuhan pokok.
- Individual dan keluarga: produktivitas kerja rendah, rentan terhadap kebangkrutan dan ketergantungan
- Populasi: kekurangan (kemiskinan massal di negara berkembang) dan ketimpangan
- Risiko sakit dan kematian lebih tinggi
- Menurut Bank Dunia (World Bank) orang yang per kapita income-nya kurang dari US$ 2 (1 US$ = Rp 11.000,-) sehari, dianggap miskin. Artinya yang bersangkutan setiap harinya hanya bisa memenuhi kebutuhan hidupnya kurang dari US$ 2 sehari. Pemerintah Indonesia mempunyai ukuran lain untuk mendefinisikan arti kemiskinan. Kemiskinan itu didefiniskan dengan menghitung kebutuhan pangan seorang dalam sehari, diukur dengan satuan kalori, kemudian dikalikan dengan harga dan di US$-kan, yang tentunya akan lebih kecil dari US$ 2-nya ukuranWorld Bank.Bersama ini disampaikan pernyataan beberapa tokoh mengenai kemiskinan dan datanya:1. Presiden SBY menyatakan di KTT APEC, Peru, November 2008 yang lalu, bahwa pada 1997 jumlah penduduk miskin Indonesia ada 42% dari jumlah penduduk; tahun 2007 menjadi hanya 16,5% dari jumlah penduduk, dan akan turun lagi menjadi 15,4% pada 2008.2. Prof. DR. Iwan Jaya Azis, guru besar pada Cornell University, USA, menyatakan bahwa angka kemiskinan pasca KRISMON 1997/1998: sejak 1999 orang miskin meningkat dari 35,1 juta menjadi 39,3 juta dan angka ini diperkirakan bertambah menjadi 43 juta jiwa pada tahun 2009 ( + 20% dari jumlah penduduk).3. Jenderal (Purn.) Wiranto sebagai Ketua Umum Partai Hanura beberapa bulan yang lalu menyatakan bahwa sebaiknya memakai kriteria World Bank untuk menentukan kriteria kemiskinan, yaitu US$ 2 dan kurang, karena lebih obyektif dan berlaku secara internasional.Ya, itulah kalau menilai suatu hal yang sama dengan kriteria yang berlainan, hasilnya berbeda, kesannya ya ada istilah Solo “pating klejing”. Kalau saya, memang sebaiknya memakai kriteria satu secara internasional, ya kriteria World Bank tersebut, lebih obyektif dan gampang; jadi jangan di negara lain sudah dianggap miskin, tetapi di Indonesia belum. Selain itu dengan data yang obyektif tersebut dapat kiranya disusun dan dilaksanakan program-program pengentasan kemiskinan yang lebih konsepsional dan efektif.Selanjutnya timbul pertanyaan/persoalan apakah penyebab utama daripada kemiskinan tersebut. Menurut hemat saya, ada dua penyebab utamanya, yaitu: pertama: adanya jumlah penduduk yang soangat besar, di atas 200 juta yang tentunya membawa konsekuensi besar untuk memenuhi segala kebutuhannya, yaitu pangan, sandang, papan, pendidikan, kesehatan, pekerjaan dan lain-lain. Kedua: filsafat hidup rakyat dan bangsa Indonesia, yang menurut almarhum Mochtar Lubis dalam bukunya “Manusia Indonesia” (terbitan 1970-an) adalah antara lain: munafik (tidak satunya kata dan perbuatan), tidak suka bekerja keras (semuanya serba sak-madya), kurang bisa hidup hemat, suka dipuji, lekas puas, tidak mau mengakui kesalahan atau kekurangannya dan sebagainya. Saya bisa memberikan contoh sebagai berikut: Indonesia baru membangun ekonominya pada + 1967 dibawah Orde Baru, dan RRC belum mulai dengan perbaikan ekonominya. Baru pada tahun 1978, pemimpin RRC Deng Xiao Fing menyatakan Marilah kita bangun ekonomi Cina dengan semboyan “I do not care whether a cat is black or white, as long as it can catch a mouse” (= tidak peduli sistim ekonominya). Setelah 30 tahun, wah hasilnya hebat (Jawa: “nggegirisi”): cadangan devisanya US$ 2 trilyun (Indonesia: US$ 50 milyar); ekspornya hebat sekali baik jumlah maupun mutunya/daya saingnya hingga memenuhi segala penjuru dunia. Rata-rata pertumbuhan ekonominya per tahun 10%-11%, sekarang karena krisis turun menjadi 8% (Indonesia +6%, akan turun menjadi + 4%).Jadi, sebaiknya kita berkaca pada Cina, dan juga negara-negara lain seperti Singapura, Vietnam, Korea, Jepang dan lain-lain untuk bekerja lebih serius, lebih keras, dengan rencana yang “genah” dan berperilaku bersih: tidak korupsi, tidak “spanyol” (= separo nyolong), tidak “bancakan/rebutan” hasil kekayaan alam kita, tidak “nggugu karepe dewe” (otoriter).Konkretnya, saya menyarankan penentuan dan pengambilan langkah-langkah sebagai berikut :1. adanya konsensus nasional tentang batas kemiskinan: supaya hanya ada satu kriteria batas kemiskinan hingga kita sebagai bangsa Indonesia mempunyai satu kriteria saja dan saya usulkan setiap orang yang mempunyai pendapatan di bawah US$ 2 per hari, dianggap miskin; kriteria tersebut adalah kriteria World Bank dan saya anggap cukup obyektif;Ada catatan (contoh tentang kriteria tersebut di atas). Diperbankan Jakarta, Pemerintah DKI menetapkan UMR tahun 2008 (Upah Minimum Regional) sebesar Rp 1.050.000 dan uang makan dan transpor Rp 18.000 sehari kerja; jadi gaji sebulannya + Rp 1.500.000 (dibulatkan). Misalnya, seorang yang mempunyai seorang isteri dan seorang anak, maka pendapatan per kapita per bulannya adalah Rp 500.000 dan pendapatan per kapitanya per hari adalah + Rp 16.500 (Rp 500.000 dibagi 30 hari) yang kurang dari US$ 2 (1 US$ = Rp 11.000). Jadi bank saja, masih memberikan pembayaran upah/gaji kepada karyawannya yang dikategorikan sebagai rakyat miskin.2. Adanya kebijaksanaan Pemerintah yang “genah”, yang mengacu pada pengurangan kemiskinan yang menyentuh bidang-bidang:a. lapangan kerja/employment: memberikan kail bukan ikan; harus disusun perencanaan kesempatan kerja, baik oleh Pemerintah Pusat/Daerah maupun swasta yang mendasarkan keadaan spesifik di suatu daerah (kabupaten): misalnya di suatu daerah yang masih perlu dikembangkan adalah agribisnis, kerajinan rakyat, perdagangan kecil dan sebagainya.b. pendidikan: apa pun yang dikerjakan atau telah dikerjakan dibidangemployment, tetapi kalau tidak ada kebijakan di bidang pendidikan yang mengarah pada semacam peluang (bantuan) fasilitas bagi rakyat kecil di bidang pendidikan, maka usaha pengentasan kemiskinan akan kurang optimal. Saya punya contoh: tetangga saya punya usaha di satu jalan dengan saya, menyewa sebuah ruko dan menggunakannya untuk jual bakmi ayam/pangsit kuah; masakannya tidak enak, tetapi “uenak tenan”, karena yang jual itu seorang WNA (= Wonogiri Asli); harganya per mangkok Rp 6.000 dan setiap hari bisa menjual kira-kira paling sedikit 150 mangkok, dengan untung Rp 2.000 per mangkok. Dengan seorang isteri dan dua orang anak, dan bekerja 25 hari sebulan, pendapatan per kapita per hari adalah + Rp 65.000, yang lebih dari US$ 2, (=Rp 22.000,-), jadi tidak miskin; (pendapatan sehari Rp 900.000 dan laba Rp 300.000 dikalikan 25 menjadi Rp 7.500.000 laba sebulan; per kapita (empat orang) Rp 1.875.000 dan per kapita sehari Rp 60.000). Tetapi waktu mau menyekolahkan anaknya ke universitas, dapat dua kali “jut”: jut yang pertama terkejut karena uang masuknya puluhan juta rupiah dan jut kedua adalah uang setiap semesternya juga jutaan. Perlu dipikirkan usaha-usaha ke arah pendidikan yang ongkosnya terjangkau.c. kesehatan: jangan sampai rakyat yang hidupnya pas-pasan masih dibebani dengan ongkos pemeliharaan kesehatan ringan maupun berat (opname). Puskemas harus ditingkatkan mutunya, jangan hanya tersedia obat-obat yang hanya dapat menyembuhkan penyakit puskesmas (= pusing, keseleo, masuk angin); sistem asuransi kesehatan harus dikembangkan baik obyeknya (miskin, golongan menengah bawah dan sebagainya) maupun daya dukungnya (anggaran, prasarana kesehatan dan sebagainya).d. kelembagaan: ada suatu lembaga ditingkat pelaksanaan (misalnya desa, kelurahan) yang mengkoordinir, mengawasi pelaksanaan hal-hal tersebut di atas. Lembaga ini yang menyuarakan peringatan jika ada hal-hal yang tidak/kurang semestinya dilakukan; lembaga ini pada Orde Baru dinamakan LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa) : tetapi menurut Pusat Penelitian Kawasan dan Pedesaan Universitas Gajah Mada, kerja lembaga tersebut kurang optimal sehingga banyak kalangan yang sinis, hingga kepanjangannya diplesetkan: LKMD,lamarane keri metenge disik; londo koq mung ndase(wanita/gadis yang mengecat warna rambutnya di salon kecantikan sesuai dengan warna pakaiannya).
Saya yakin kalau disusun suatu rencana dan pelaksanaan penanggulangan rakyat miskin oleh Bappenas (dipusatkan) dan dilaksanakan secara terkoordinasi, maka penanganan pengurangan rakyat miskin akan optimal. Jangan seperti sekarang, hampir di banyak lembaga/departemen ada programnya, jalannya sendiri-sendiri, pating klejing dan kurang nggenah.Selain dari itu ada syarat lain, yaitu korupsi harus diberantas, karena korupsi, terutama di bidang penerimaan dan pengeluaran negara, akan mengurangi penerimaan negara dan dengan demikian mengurangi kemampuan keuangan negara untuk rakyat miskin.Akhirnya sebagai penutup saya ingin menambahkan sebagai berikut. Tahun 1975 dan 1976 saya “ngawula” (= kerja kontrak) dua tahun di IMF (International Monetery Fund) di Washington, DC, USA, jadi pada waktu Amerika-Serikat memperingati hari ulang tahun ke-200 (4 Juli 1976). Waktu itu saya sekeluarga ikut bersuka ria dan begadang di Washington Monument (Tugu Monasnya), menyaksikan lautan kembang api yang “nggegirisi”. Tetapi pada waktu itu sebenarnya saya “teleg-teleg” memikirkan bagaimana ya kira-kira Indonesia nanti pada 200 tahunnya, yaitu tahun 2145. Apa ya bisa semegah Amerika? La wong meskipun banyak kemajuan yang kita telah capai, namun sekarang ini kelihatannya kesejahteraan rakyat masih “tangeh lamun” (tidak mungkin). Apalagi kalau dipikirkan bahwa kebijaksanaan ekonomi Indonesia “belum genah”. La kalau Rusia punya konsep komunisme dan Amerika punya sistem kapitalisme, yang keduanya tidak bisa kita tiru, maka Indonesia punya sistem “ekonomi Pancasila”, yang kayak apa? La wong banyak teman saya yang bilang sistem ekonomi kita ini jebulane “sistem ekonomi ngono ya aja ngono, ning ya ngono”. La, apa tidak bingung?
2. Faktor-faktor penyebab kemiskinan dalam catatan kacamata pemikiran saya, diantaranya dan intinya secara logika adalah :
1. Pemahaman atau Pola pikir yang rendah tentang cara mendapatkan uang dan membelanjakan uang.
2. Pendidikan keuangan yang rendah ( ada hubunganya dengan no.1 )
3. Malas ( Umum ) Mencakup segalanya, termasuk malas memiliki mimpi!!!!
4. Tidak gigih alias tidak sabar
5. Keterbatasan informasi akan tempat ladang uang.
3.New York (ANTARA News) - Wakil Presiden Boediono mengakui penanggulangan kemiskinan di Indonesia merupakan masalah kompleks dan multidimensional, mengingat komposisi penduduknya yang beragam status sosial dan ekonomi serta geografis yang tersebar.
"Persoalan penanggulangan kemiskinan kompleks dan merupakan tantangan yang cukup berat," kata Wapres Boediono kepada pers, di New York, Amerika Serikat, Kamis atau Jumat dini hari waktu Indonesia.
Hal tersebut dikatakan saat konferensi pers yang dipimpin terkait kegiatannya dalam kunjungan ke New York yang juga diikuti Menlu Marty Natalegawa, Kepala BKPM Gita Wirjawan, Ketua Unit Kerja bidang Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto serta Dubes RI untuk AS Dino Patti Djalal.
Wapres di New York pada hari ini mengikuti diskusi meja bundar yang diadakan oleh Clinton Global Initiative (CGI) dan Boediono dalam kesempatan itu menyampaikan beberapa butir pemikiran mengenai pemanfaatan teknologi untuk mempercepat pemberantasan kemiskinan.
Menurut Wapres, penanggulangan kemiskinan di Indonsia berfokus pada perbaikan kualitas sumberdaya manusia melalui perbaikan kualitas pendidikan dan pelayanan kesehatan.
Indonesia, kata Boediono, telah menyediakan anggaran dana 20 persen dari anggaran pendidikan untuk perbaikan kualitas pendidikan disamping menyediakan layanan dasar kesehatan untuk orang miskin secara cuma-cuma melalui Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas).
"Saat ini pemerintah juga menyiapkan perubahan layanan sistem jaminan kesehatan berbasis asuransi yang mencakup seluruh penduduk sesuai amanat UU Sistem jaminan Sosial Nasional.
Dikatakan Wapres pula masalah kemiskinan bukan hanya dialami oleh Indonesia tapi juga merupakan masalah global.
Total, kata Boediono, masih ada 1,37 miliar penduduk dunia tergolong miskin, 30 juta orang diantaranya berada di Indonesia, 465 juta orang di India, 208 juta orang di China, Asia 957 juta orang.
"Di Indonesia juga masih banyak penduduk yang masih rawan untuk jatuh kembali ke bawah garis kemiskinan," kata Boediono.
Wapres juga menyatakan komitmen pemerintah untuk mengurangi kemiskinan di Indonesia delapan persen hingga 10 persen dari jumlah penduduk tahun 2014 dari angka saat ini 13,3 persen tahun 2010.
Untuk itu, kata Boediono, pemerintah sudah membentuk Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) yang langsung diketuai Wapres untuk memastikan pencapaian target tersebut. (A025/K004)
Sumber:
0 komentar:
Posting Komentar