Pengertian
dari reformasi:
perubahan secara drastis untuk
perbaikan (bidang sosial, politik, atau agama) dl suatu masyarakat atau negara;
-- ekonomi perubahan secara drastis untuk perbaikan ekonomi dl suatu masyarakat atau negara: perdana menteri yg baru telah menyapu kalangan oposisi dan memberikan serangan telak dng -- ekonomi; -- hukum perubahan secara drastis untuk perbaikan dl bidang hukum dl suatu masyarakat atau negara; -- politik perubahan secara drastis untuk perbaikan dl bidang politik dl suatu masyarakat atau negara
-- ekonomi perubahan secara drastis untuk perbaikan ekonomi dl suatu masyarakat atau negara: perdana menteri yg baru telah menyapu kalangan oposisi dan memberikan serangan telak dng -- ekonomi; -- hukum perubahan secara drastis untuk perbaikan dl bidang hukum dl suatu masyarakat atau negara; -- politik perubahan secara drastis untuk perbaikan dl bidang politik dl suatu masyarakat atau negara
A.
BERAKHIRNYA PEMERINTAHAN ORDE BARU
Keberhasilan Pemerintahan Orde Baru
dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus diakui sebagai suatu prestasi
besar bagi bangsa Indonesia. Di tambah dengan meningkatnya sarana dan prasarana
fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia.
Namun, keberhasilan ekonomi maupun
infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi dengan pembangunan mental ( character
building ) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat keamanan maupun
pelaku ekonomi (pengusaha / konglomerat). Kalimaksnya, pada pertengahan tahun
1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah menjadi budaya (bagi
penguasa, aparat dan penguasa)
Faktor
Penyebab Munculnya Reformasi
Banyak hal yang mendorong timbulnya
reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru, terutama terletak pada
ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru pada awal
kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Setelah Orde Baru memegang tumpuk
kekuasaan dalam mengendalikan pemerintahan, muncul suatu keinginan untuk terus
menerus mempertahankan kekuasaannya atau status quo. Hal ini menimbulkan
akses-akses negatif, yaitu semakin jauh dari tekad awal Orde Baru tersebut.
Akhirnya penyelewengan dan penyimpangan dari nilai-nilai Pancasila dan
ketentuan-ketentuan yang terdapat pada UUD 1945, banyak dilakukan oleh
pemerintah Orde Baru.
1. Krisis Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan
dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan politik. Ada kesan kedaulatan
rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak di pegang oleh
para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa “Kedaulatan adalah
ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR”. Pada dasarnya secara de
jure (secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai
wakil-wakil dari rakyat, tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota
MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga sebagian besar anggota MPR itu
diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan seperti ini mengakibatkan
munculnya rasa tidak percaya kepada institusi pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidak
percayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan reformasi. Gerakan
reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang, termasuk
keanggotaan DPR dam MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi juga menuntut agar
dilakukan pembaharuan terhadap lima paket undang-undang politik yang dianggap
menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya :
- UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum
- UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR / MPR
- UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
- UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum
- UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Perkembangan ekonomi dan pembangunan
nasional dianggap telah menimbulkan ketimpangan ekonomi yang lebih besar.
Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu, konglomerasi, tidak mampu
menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi dan
situasi Politik di tanah air semakin memanas setelah terjadinya peristiwa
kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat
terjadinya pertikaian di dalam internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Krisis politik sebagai faktor penyebab
terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya menyangkut masalah sekitar
konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya reformasi baik didalam
kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan
politik, masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi
sangat besar, terutama terlihat pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau
kelompok yang menentang atau memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan
yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah. Selain itu, masyarakat juga
menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan Presiden.
Terjadinya ketegangan politik
menjelang pemilihan umum tahun 1997 telah memicu munculnya kerusuhan baru yaitu
konflik antar agama dan etnik yang berbeda. Menjelang akhir kampanye pemilihan
umum tahun 1997, meletus kerusuhan di Banjarmasin yang banyak memakan korban
jiwa.
Pemilihan umum tahun 1997 ditandai
dengan kemenangan Golkar secara mutlak. Golkar yang meraih kemenangan mutlak
memberi dukungan terhadap pencalonan kembali Soeharto sebagai Presiden dalam
Sidang Umum MPR tahun 1998 – 2003. Sedangkan di kalangan masyarakat yang
dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat kuat untuk menolak
kembali pencalonan Soeharto sebagai Presiden.
Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret
1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden Republik Indonesia dan BJ. Habibie
sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada kepemimpinan Presiden Soeharto yang
dating dari para mahasiswa dan kalangan intelektual.
2. Krisis Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa
pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Sejak munculnya gerakan
reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum juga menjadi
salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang hukum
agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang
sebenarnya.
3. Krisis Ekonomi
Krisis moneter yang melanda
Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga mempengaruhi
perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata belum mampu
untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin
melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0% dan berakibat pada iklim
bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia mengalami
keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997.
Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata usaha yang dilakukan
pemerintah ini tidak dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank
bermasalah tersebut semakin bertambah besar dan tidak dapat di kembalikan
begitu saja.
Krisis moneter tidak hanya
menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah menghancurkan keuangan
nasional.
Memasuki tahun anggaran 1998 / 1999,
krisis moneter telah mempengaruhi aktivitas ekonomi yang lainnya. Kondisi
perekonomian semakin memburuk, karena pada akhir tahun 1997 persedian sembilan
bahan pokok sembako di pasaran mulai menipis. Hal ini menyebabkan harga-harga
barang naik tidak terkendali. Kelaparan dan kekurangan makanan mulai melanda
masyarakat. Untuk mengatasi kesulitan moneter, pemerintah meminta bantuan IMF.
Namun, kucuran dana dari IMF yang sangat di harapkan oleh pemerintah belum
terelisasi, walaupun pada 15 januari 1998 Indonesia telah menandatangani 50
butir kesepakatan (letter of intent atau Lol) dengan IMF.
Faktor lain yang menyebabkan krisis
ekonomi yang melanda Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri.
Utang Luar Negeri Indonesia, Utang
luar negeri Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab munculnya krisis
ekonomi. Namun, utang luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang
Negara, tetapi sebagian lagi merupakan utang swasta. Utang yang menjadi
tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462 miliar dollar Amerika
Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar Amerika Serikat.
Akibat dari utang-utang tersebut
maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia semakin menipis. Keadaan
seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di Indonesia yang di anggap
tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet.
Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah
Orde Baru mempunyai tujuan menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai Negara
industri, namun tidak mempertimbangkan kondisi riil di masyarakat. Masyarakat
Indonesia merupakan sebuah masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang masih
rendah.
Sementara itu, pengaturan
perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh menyimpang dari sistem
perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa dasar demokrasi
ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau
pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang
berkembang pada masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis
yang dikuasai oleh para konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly,
dan diwarnai dengan korupsi dan kolusi.
Pola Pemerintahan Sentralistis
Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah Orde Baru bersifat
sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini semua
bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat
pemerintah yakni di Jakarta.
Pelaksanaan politik sentralisasi
yang sangat menyolok terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat dari sebagian
besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan
ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat.
Politik sentralisasi ini juga dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang
bersifat Jakarta-sentris, karena pemberitaan yang berasal dari Jakarta selalu
menjadi berita utama. Namun peristiwa yang terjadi di daerah yang kurang
kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya kalah bersaing dengan berita-barita
yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang, halaman, walaupun yang
memberitakan itu pers daerah.
4. Krisis Kepercayaan
Demontrasi di lakukan oleh para
mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM
dan ongkos angkutan pada tanggal 4 Mei 1998. Puncak aksi para mahasiswa terjadi
tanggal 12 Mei 1998 di Universitas Trisakti Jakarta. Aksi mahasiswa yang semula
damai itu berubah menjadi aksi kekerasan setelah tertembaknya empat orang
mahasiswa Trisakti yaitu Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto, Hendriawan
Lesmana, dan Hafidhin Royan.
Tragedi Trisakti itu telah mendorong
munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan masyarakat yang menantang kebijakan
pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia, namun
tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto mengundurkan diri semakin
banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung DPR / MPR untuk
melakukan dialog dengan para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah menjadi mimbar
bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut
sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa
lewat demonstrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat
tanggapan dari Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei
1998 pimpinan DPR/MPR mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri.
Presiden Soeharto mengadakan pertemuan
dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden
mengumumkan tentang pembentukan Dewan Reformasi, melakukan perubahan kabinet,
segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai
Presiden.
Dalam perkembangannya, upaya
pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet tidak dapat dilakukan.
Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan mengundurkan
diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan Presiden
kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil
sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di
Istana Negara.
Jadi menurut saya menanggapi dari
era keterbukaan dalam suatu informasi yaitu tentang kebebasan berpendapat yang
dikemukakan oleh pakar-pakar, LSM,Media Masa, dan demo yang menjadi
konsumsi kita sehari-hari yang dapat
membuat masyarakat awam bingung menanggapinya, tentunya saya sangat setuju dengan
pernyataan diatas dikarenakan pemberitaan yang dihadirkan oleh sejumlah media
belakangan ini di rasa bisa membuat pihak yang di beritakan atau yang menjadi
objek dari suatu pemberitaan menjadi kehilangan suatu hak privasi, dalam kata
lain mereka para objek pemberitaan tak jarang di jadikan suatu kambing hitam
dari sejumlah media yang terus-menerus memberitakan hal-hal negative saja.
Dampak dari pemberitaan negative tentu tidak hanya berimbas pada sang objek
saja, melainkan juga yang menikmati pemberitaan itu juga turut terbawa secara
tidak langsung dari sebuah pemberitaan yang dianggap negative, terlebih bagi
masyarakat yang mengetahui informasi tersebut dari sebuah media tanpa pernah
mengetahui apa yang sesungguhnya dialami oleh objek(artis atau public figur)
ikut memberikan tanggapan beragam pula, sebagian ada yang memberikan semangat
kepada si korban dari informasi yang kurang tepat, adapula yang ingin
menjatuhkan nama baik si objek tersebut.
Menurut saya seharusnya Para Pelaku
Media baik cetak, elektronik dapat memberikan ruang hak pribadi bagi si calon
objek yang akan menjadi sebuah pemberitaan, dan semestinya pemberitaan yang ada
itu bukan hanya menyingkap sisi negative dan keburukan dari seseorang saja,
lebih dari itu adalah dengan memberikan suatu solusi atau bahkan jalan keluar
bagi seseorang yang benar-benar melakukan hal negative di masyarakat. Tidak
hanya itu saja, diharapkan para awak media dapat menyajikan informasi yang tak
sekadar menghibur belaka, melainkan juga mendidik ,
Sumber:
http://www.artikata.com/arti-347280-reformasi.html
0 komentar:
Posting Komentar